Komisi III: Reformasi Polri Harus Kultural, Bukan Struktural


Jakarta — Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa reformasi di tubuh Polri harus lebih menitikberatkan pada perubahan kultural dibandingkan reformasi struktural. Menurutnya, berbagai persoalan yang mencederai institusi Polri lebih banyak bersumber dari perilaku oknum anggota, bukan dari posisi kelembagaan atau struktur organisasi.


“Masalahnya bukan pada struktur—bukan pada polisi di bawah siapa, Kapolri diangkat oleh siapa, atau disetujui oleh siapa. Bukan itu. Yang diperlukan adalah pengendalian,” ujar Habiburokhman dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Reformasi Aparat Penegak Hukum di Kompleks Parlemen, seperti dikutip dari Antara, Selasa, 2 Desember 2025.


Kasus-Kasus yang Sorotan Komisi III


Habiburokhman mengungkapkan bahwa Komisi III DPR RI berulang kali menemukan polemik terkait penanganan kasus oleh oknum anggota kepolisian. Ia mencontohkan:


Kasus kematian tahanan di Polres Palu, yang awalnya disebut bunuh diri, namun kemudian terbukti akibat penganiayaan oleh oknum polisi yang akhirnya diberhentikan.


Kasus Ronald Tannur, yang bukan hanya melibatkan polisi, tetapi juga aparat penegak hukum lainnya hingga ke tingkat pengadilan.


Kasus penganiayaan karyawan toko roti di Jakarta Timur, yang hingga kini pelakunya belum juga ditangkap oleh pihak kepolisian.



Menurutnya, rangkaian peristiwa tersebut menjadi bukti bahwa reformasi kultural, termasuk pengawasan internal dan pembenahan perilaku anggota, jauh lebih mendesak.


Kedudukan Polri Dalam Struktur Negara Dinilai Sudah Tepat


Terkait aspek struktural, Habiburokhman menilai bahwa posisi Polri yang berada langsung di bawah Presiden sudah tepat. Hal itu sesuai dengan Ketetapan MPR RI Tahun 2000.


Begitu pula dengan mekanisme pengangkatan Kapolri oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Menurutnya, aturan tersebut merupakan amanat reformasi agar prinsip pemisahan kekuasaan tetap terjaga.


“Pada masa reformasi, kita ingin betul-betul mengimplementasikan teori trias politica ala Montesquieu—pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” jelasnya.


Post a Comment

To be published, comments must be reviewed by the administrator *

Previous Post Next Post
Post ADS 1
Post ADS 1